Waktu UTC | 2006-05-26 22:53:58 |
---|---|
ISC | 8358516 |
USGS-ANSS | ComCat |
Tanggal setempat | 27 Mei 2006 |
Waktu setempat | 05:53:58 WIB |
Lama | 57 detik |
Kekuatan | 6.3 Mw[1] 5.9 ML |
Kedalaman | 12,5 km (8 mi) |
Episentrum | 7°57′40″S 110°26′46″E / 7.961°S 110.446°E |
Sesar | Sesar Opak |
Jenis | Strike-slip |
Wilayah bencana | Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Tengah Indonesia |
Kerusakan total | Rp 29.2 triliun[2] |
Intensitas maks. | IX (Hebat)[3] |
Percepatan puncak | 0.336 g[4] |
Korban | 5,778–6,234 tewas 38,568–137,883 luka-luka |
Gempa bumi Yogyakarta 2006 atau Gempa bumi Bantul 2006 adalah peristiwa gempa bumi tektonik yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Sabtu pagi hari pukul 05:53:58 WIB, berpusat dekat Sungai Opak.[5] Guncangan gempa berlasung selama 57 detik, dan menyebabkan kerusakan parah secara lokal.[6] Menurut BMKG gempa tersebut berkekuatan 5,9 pada skala richter. Sementara Survei Geologi Amerika Serikat melaporkan bahwa gempa terjadi sebesar 6,3 pada skala momen magnitudo, dengan kedalaman 12,5 km (8 mi) dan Intensitas maksimum Mercalli mencapai IX (Hebat). Gempa tersebut diduga akibat dari pergeseran Sesar Opak.[7]
Gempa pada 27 Mei 2006 ini adalah salah satu peristiwa gempa bumi terfatal, dengan jumlah korban jiwa terbanyak pada tahun 2000an di seluruh dunia, dan salah satu bencana gempa bumi paling mematikan pada abad ke-21.[8] Total korban tewas akibat bencana ini mencapai 5.778 hingga 6.234 orang, dengan 80% korban jiwa terjadi di Kabupaten Bantul dan Klaten. Wilayah tersebut mengalami kerusakan dan korban jiwa paling besar, karena gempa bumi khususnya berdampak pada rumah-rumah warga dengan konstruksi yang sangat buruk, selain itu, gempa terjadi pada pagi hari, dimana sebagian masyarakat masih tertidur lelap, sehingga korban jiwa begitu banyak.[9]
Pencairan tanah terjadi di dekat zona Sesar Opak selebar 2,5 km (1,6 mil). Pasir mendidih, menyebar ke samping, mengendap, dan longsor, menyebabkan beberapa bangunan miring hingga runtuh.[10] Peneliti menyatakan bahwa wilayah Yogyakarta sangat aktif secara seismik, dengan empat peristiwa besar diketahui pada abad ke-19 dan tiga peristiwa besar pada abad ke-20, dengan nilai Percepatan tanah puncak sebesar 0,038–0,531 g.[11]
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengklasifikasikan total kerusakan akibat gempa tersebut adalah ekstrem, lebih dari 800 ribu orang kehilangan tempat tinggal, dengan kerugian finansial sebesar Rp 29,1 triliun, salah satu bencana alam paling merugi di Indonesia setelah Gempa bumi Samudra Hindia 2004.